Selasa, 29 Mei 2012

senyum itu menentramkan

sedikit mau cerita tentang apa yang aku rasakan ..
tapi sebelum aku cerita, aku mau tau pendapat kalian tentang makna sebuah senyum..
apa makna senyum untuk kalian ? sekedar ekspresi senangkah ? atau hal yg biasa ?
senyum itu banyak arti dan makna menurutku ...
terkadang senyum itu berasal dari dalam hati dan terkadang pula hanya untuk menghormati orang lain, bahkan senyum bisa diartikan sebuah sindiran ..
ahahaha :D
banyak ya maknanya, tapi tergantung kalian menyikapi dan mengartikan sebuah senyuman itu :)
sedikit mau cerita nih tentang pengalaman pribadi aku , curcol lagi deh #ups :P
aku mempunya adek les, namanya alya .
anak kelas 4 sd al islam di solo, anak nya cewe #dari namanya juga udah keliatan kalee dahlia --"
dia tipe anak pendiam , gag banyak ngomong dan menurut aku seorang anak penurut dan gag bawel .
sedangkan aku sendiri orangnya yahh cerewet *dikit, bawel *banget, gag bisa diem *iyaah
gag nyambung banget yah sama dek alya ? emangg -_-
pertama aku ngadepin dek alya ampunn, frustasi , knp ? karena itu anak terlalu pendiam .
ohh God, hampir saja aku menyerah disitu karena gag bisa tahan sama orang yang pendiam .
tapi tunggu, aku berusaha untuk bisa masuk kedunianya ..
2 minggu pertama dia sudah mau menjawab pertanyaanku ,walaupun hanya seperlunya dan suaranya pelan banget >.<
raawwwrr,,
dan setelah satu bulan aku ngeles, alhamdulillah kemaren dia bisa tersenyum lepas terhadapku :)
subhanallah, gag sia-sia aku bertahan ..
rasanya kalian tau ? seperti mendapat doorprice sebuah undian tabungan di bank , ahahaha :D
dan kemaren juga dia bisa tertawa , yes yes yes
dahlia bisa bikin anak pendiem ketawa, mukzizat ..
yahh, sepenggal ceritaku ..
dan aku selalu mempunyai perasaan puas dan adem dihati ketika aku dapat membuat orang disekitarku tersenyum :)
senyum itu indah , senyum itu milik siapa saja
senyum itu adalah hal simple yang dimiliki oleh siapapun
dan satu lagi, senyum itu sebuah ibadah :))


Rabu, 23 Mei 2012

konsep dasar analisa vegetasi


            Analisis vegetasi adalah suatu analisis dalam ekologi tumbuhan yang bertujuan membuat suatu deskripsi dan mendokumentasikan kondisi atau karakter masyarakat tumbuhan suatu ekosistem dalam hubungannya faktor – faktor ekologi seperti biotik dan klimatik (Smeins  data Slack, 1982). Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui dan memahamai bagaimana kondisi berbagai jenis vegetasi dalam suatu komuniats atau populasi tumbuhan bereaksi dan berkembang dalam skala waktu dan ruang.
            Dalam analisis vegetasi yang diperoleh adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data frekuensi, jumlah temuan/kehadiran, ukuran, basal area atau penutupan tajuk (coverage) diperoleh dari hasil pengamatan dan penghitungan dilapangan dengan luas daerah tertentu. Sedangkan data kualitatif cenderung diperoleh dari hasil pengamatan pada kawasan yang lebih luas (Setiadi dkk,1989).
            Pemilihan cara atau metode tersebut pada umumnya tergantung dari :
1.    Tujuan penelitian atau analisis vegetasi yang dilakukan.
2.    Struktur dan tipe variasi yang dipilih
3.    Karakteristik vegetasi seperti densitas, frekuensi, dominansi dan lain sebagainya.
4.    Tingkat ketepatan dan keakurasian yang diinginkan.
5.    Waktu dana dan tenaga yang tersedia.

A.      Dasar – Dasar Analisis Vegetasi
Struktur dan peranan jenis tumbuhan didalam masyarakat tumbuh – tumbuhan merupakan pencerminan dari faktor ekologi jenis tumbuhan yang berinteraksi dengan masa lalu, kini dan yang akan dating. Oleh karenanya dalam mempelajari vegetasi pada suatu habitat dapat diketahui masa lalu daerah atau habitat tersebut, mengerti keadaan sekarang yang terjadi dan menduga perkembangannya dimasa mendatang. Dalam hubungan tersebut analisis vegetasi adalah suatu cara untuk mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuhan ( Soerianegara dan Indrawan, 1998).
Dalam mengerjakan analisis vegetasi terdapat dua hal penting yang harus dicermati yaitu nilai ekonomis dan nilai hayati (biologi). Nilai ekonomis suatu vegetasi dapat diketahui dari potensi vegetasi tersebut yang akan menghasilkan nilai ekonomis (devisa) dari tumbuh – tumbuhan dalam bentuk pohon atau tanaman yang dapat menghasilkan getah dan kayu.
Untuk suatu kawasan lindung atau cagar alam, analisis vegetasi dapat diamanfaatkan dan bertujuan untuk mengetahui dan memahami kondisi, struktur, perkembangan dan dinamika vegetasi dan biota lain serta berbagai faktor abiotic yang terdapat dikawasan tersebut dalam hubungannya dengan faktor waktu dan sebaran spasialnya. Sehingga dari hal tersebut dapat dipelajari dan diperkirakan daya dukung lingkungan dan potensi biotik, kualitas dan kondisi habitat liar, cukup tidaknya tersedia nutrient dan sumber pakan serta produktivitas flora dan fauna dikawasan tersebut (Rasidi, 1997).
Dalam pelaksanaan analisis vegetasi, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan agar informasi yang diperoleh merupakan data yang akurat antara lain :
1.      Bentuk besar/luas dan jumlah unit sampel yang digunakan.
2.      Metode dan teknik pengambilan sampel
3.      Cara pengambilan sampel dilapangan
4.      Objek yang akan diobservasi dan didata
5.      Parameter vegetasi yang digunakan
6.      Teknik dan metode analisi vegetasi yang digunakan

Sesuai dengan fungsinya, analisis vegetasi terutama digunakan untuk mempelajari struktur atau susunan dan bentuk vegetasi masyarakat tumbuh-tumbuhan, misalnya mempelajari tegakan hutan, yaitu tingkat pohon dan permudaannya atau mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yaitu jenis-jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan (kecuali permudaan pohon hutan), padang rumput atau padang alang-alang dan vegetasi semak belukar.
Dalam analisis vegetasi terdapat beberapa metode pengambilan data yang digunakan. Teknik sampling dalam analisis vegetasi yang paling banyak digunakan adalah : 1) metode kuadrat, 2) metode garis transek, dan 3) metode titik / point quarter techniques (soerinegara dan indrawan, 1998; cox, 1996). Analisis vegetasi untuk wilayah yang luas, yang komunitas vegetasinya terdiri dari jenis perdu atau semak rendah akan lebih efisien jika menggunakan metode garis transek. Untuk mempelajari struktur vegetasi hutan dengan pepohonan yang jaraknya masing-masing berjauhan, metode yang tepat adalah menggunakan metode kuadrat.
Dalam “teknik sampling”, drai segi ekologi floristic teknik “random sampling” hanya mungkin digunakan apabila kawasan dan vegetasinya bersifat homogen, misalnya padang rumput atau safana dan hutan tanaman. Pada umumnya untuk penelitian ekologi tumbuhan lebih sering digunakan “sistematyc sampling”, “sistematyc random sampling” atau kadang-kadang “purposive sampling”.
Karena titik berat analisis vegetasi terletak pada penelaahan tentang struktur dan komposisi jenis maka dalam menetapkan besar (jumlah ) dan banyaknya unit sampling perlu digunakan berupa titik atau kuadrat dengan cara kurva (lengkung ) jenis ( kurva spesies area ) (soerinegara dan indrawan, 1998). Kurva (lengkung) spesies ini diperlukan untuk menetapkan luas atau besar minimum kuadrat dan jumlah minimum kuadratnya yang dapat mewakili wilayah yang akan diteliti.
Dalam analisis vegetasi untuk meneliti struktur dan komposisi jenis pepohonan dan permudaannya dihutan, yang paling umum digunakan adalah :
1.    Metode petak (kuadrat)
a.       Cara petak tunggal
Menurut cara ini digunakan satu petak (kuadrat) berupa tegakkan hutan sebagai unit sampel. Besar unit sampel tidak boleh terlalu kecil sehingga tidak dapat menggambarkan keadaan hutan yang dipelajari. Ukuran minimum dari petak tunggal tergantung dari kerapatan vegetasi dan banyaknya jenis-jenis pohon. Semakin jarang pepohonan yang ada atau semakin banyak jenis-jenis tumbuhan, semakin besar ukuran kuadrat sebagai petak tunggal yang digunakan. Ukuran minimum ditetapkan dengan menggunakan kurva lengkung spesies. Luas minimum ditetapkan dengan dasar penambahan luas kuadrat yang tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih besar dari 10% atau 5%. Dengan menggunakan kurva lengkung jenis untuk kebanyakan hutan hujan tropika menurut Richard pada umumnya diperlukan petak tunggal seluas 1,5 Ha, sebaliknya menurut vestal rata-rata luas petak tunggal yang diperlukan untuk hutan hujan tropika adalah 3 Ha (s oerinegara dan indrawan, 1998). Untuk itu unit sampel berbentuk persegi panjang akan lebuh efektif dari pada kuadrat berbentuk bujur sangkar.
b.      Cara petak ganda
Menurut cara ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan banyak kuadrat yang diletakkan tersebar merata dengan secara sistematis. Penentuan besar atau luas unit sampel juga harus ditentukan kurva lengkung jenis. Di Indonesia biasanya digunaka kuadrat berukuran 0,1 Ha untuk pohon, 0,01 untuk anakan pohon sampling dan semak atau 0,001 Ha untuk tumbuh-tumbuhan bawah dan semai (seedling).
  1. Metode transek
a.       Cara jalur
Cara ini digunakan untuk vegetasi yang belum diketahui keadaan sebelumnya dan paling efektif untuk mempelajari perubahan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan tigkatan ketinggian tanah (elefasi), misalnya dari tepi laut ke pedalaman, memotong sungai dan naik atau menuruni lereng pengunungan. Pada umumnya lebar jalur yang diguanakan adalah 10 meter atau 20 meter, dengan jarak masing-masing 200-1000 meter. Untuk luas tegakan hutan 100000 Ha diperlukan intensitas luas tegakan sekitar 2 %
Cara sampling di mana petak yang lebih besar mengandung petak-petak yang lebih kecil dinamakan nested sampling,seperti pada gambar di atas.
c.         Cara garis berpetak
Cara ini dianggap sebagai modifikasi cara petak ( kuadrat berganda ) atau cara jalur,dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur,jadi pada jalur rintisan terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Dalam cara ini petak atau kuadrat sebagai unit sampel dapat berbentuk persegi panjang dan bujur sangkar yang luasnya 10 x 10 m, 20 x 20 m, atau 20 x 50 m atau lingkaran dengan jari-jari  17,8 m ( 0,1 ha ). Seperti cara petak ganda,cara garis berpetak ini pada petak untuk pohon dibuat petak-petak yang lebih kecil untuk tumbuhan yang lebih kecildan permudaannya. Untuk pohon dilakukan cara jalur,sedang untuk seedling dan sapling dilakukan dengan cara berpetak seperti yang tertera pada gambar berikut

3.    Metode titik ( tanpa petak )
Cara ini digunakan untuk penelitian yang sekedar ingin mengetahui komposisi komunitas pepohonan dan dominasi jenisnya yang dilakukan dengan menaksir volume batang pohonnya. Berbagai metode titik yang digunakan,antara lain:

a.     Metode Bitterlich
Dalam metode ini digunakan alat yang bernama  “ tongkat bitterlich”, yaitu tongkat kecil panjangnya 66 cm yang ujungnya terpasang plat seng bujur sangkar berukuran 2 x 2 cm. Dengan mengangkat tongkat setinggi mata,alat tersebut diarahkan ke pepohonan yang akan diteliti yang ada disekeliling alat tersebut.


Dengan mengangkat tongkat setinggi mata yang diarahkan kepohon-pohon yang ada disekelilingnya, pohon yang terllihat bergaris tengah lebih besar dan sama dengan sisi plot seng dicatat nama dannukuran diameter batangnya,.
Untuk setiap jenis pohon yang dicatat kemudian dihitung dan ditentukan luas bidang dasar(basal areanya) dengan menggunakan rumus seperti berkut:
B= N/n x 2,3 m2 /ha
B= luas bidang dasar
N= banyaknya pohon jenis yang bersangkutan
N= banyaknya titik pengamatan untuk jenis yang ditemukan
2,3= faktor bidang dasar untuk alat tersebut
b. Metode Kuarter(Point Centered Method)
Metode Kuadran
Pada metode kuadran sebelum melakukan pengukuran, lebih dahulu garis kompas untuk menentukan titik-titik pengambilan sampel (sejumlah unit sample). Pada suatu titik sampel yang telah ditentukan kemudian dibuat kuadran(garis yang saling tegak lurus pada titik tersebut). Dari titik kuadran(satu titik sample masing-masing mempunyai 4 buah kuadran) dicatat dan diukur pohon yang berdekatan titik itu dengan data yang meloputi jenis, tinggi dan diameter batang setinggi dada, serta jarak terdekat pohon terhadap titik tersebut, seperti tertera pada gambar berikut.

c. Metode Titik Berpasangan(Random Pair Method)
Pada metode ini pengukuran dan pendataa pada setiap unit sampel dilakukan pada titik-titik sepanjang garis kompas. Pada suatu titik unit sample dipilih lebih dahulu pohon yang terdekat dengan titik tersebut. Kemudian ditarik garis tegak lurus dengan arah dari titik kepohon terdekat dari titik tersebut atau kalau menggunakan busur derajat, arahkan garis dengan sudut 900 ke pohon itu. Pohon kedua yang dipilih adalah pohon yang terdekat pada pohon pertama yng letaknya di bagian lain yang dibatasi oleh garis pertama.
Dari hasil pengumpulan data dapat diketahui dan diukur parameter berikut:

        Untuk mempelajari struktur vegetasi tumbuhan bawahan analisis vegetasi yang sering digunakan adalah dengan “metode kuadrat” (Quadrat sampling technique), “metode garis intersep” (Line intercept technique) dan “metode titik intersep” (Point intercept method) (dalam Soerianegara dan Indrawan, 1998; Kusmana, 1997; Cox, 1996; Smeins dan Slack, 1992).
        Metode kuadrat unit sampelnya, berupa kuadrat berukuran 1 × 1 m atau 10 × 10 m (untuk semak belukar yang tingginya dapat mencapai sekitar 3 m atau 10 feet), atau lingkaran bergaris tengah 0,56 m2 . untuk suatu habitat yang vegetasinya seragam, misalnya padang rumput penentuan unit sampel pada umumnya dapat dilakukan secara “random sampling”.
        Metode garis intersep umumnya dipakai untuk analisis vegetasi yang komunitas vegetasinya mempunyai strata yang berbeda, misalnya terdapat strata tumbuhan herba, semak belukar dan pepohonan. Dalam metode ini garis transek dibuat secara sistematis, sedangkan titik intersep dipilih secara acak. Dari hasil pengukuran, besarnya (parameter) yang perlu/harus diketahui, antara lain :
1.      Jumlah individu yang dijumpai dan dicatat (N)
2.      Total panjang intersep (I)
3.      Jumlah interval transek tempat ditemukannya suatu jenis
4.      Total dari kebalikan dari lebar maksimum (∑1 / M)

           
        Metode titik intersep sering digunakan dalam analisis vegetasi untuk tumbuh-tumbuhan berupa herba, semak atau anakan pohon dengan menggunakan suatu alat berupa jarum (pin) pada papan panjangnya 100 cm. Area yang diteliti luasnya 1×1 m2 dan jarum dari kawat kemudian dimasukkan ke dalam lubang pada papan yang berjarak 10 cm, dengan ketinggian diatas tanah sekitar 100 cm dan tumbuhan yang terkena sentuhan ujung jarum merupakan tumbuhan yang terpilih

                       
Contoh : misalnya dalam pengumpulan data di suatu area, tumbuhan putri malu (Mimosa pudica) terkena 300 sentuhan, sedang jumlah seluruh sentuhan 1000 kali. Maka dominansi tumbuhan putri malu di area tersebut adalah 3/10 x 100% = 30%. Untuk penghitungan Frekuensi, Frekuensi Relatif, Kerapatan, Kerapatan Relatif Dan Indeks Nilai Penting dapat dihitung, seperti pada Metode Kuadrat.

B. PARAMETER VEGETASI UNTUK ANALISIS VEGETASI
Berbagai parameter ekologi yang sering digunakan dalam analisis vegetasi pada dasarnya merupakan parameter atau besaran yang dapat menjadi petunjuk tentang karakteristik suatu jenis, populasi atau komunitas tumbuhan. Parameter tersebut dapat digunakan untuk mengetahui tentang jenis dan komposisi jenis suatu komunitas tumbuh-tumbuhan. Kelimpahan, keragaman, kerapatan atau kepadatan, bentuk hidup dan sebagainya.
Secara ekologis perlu dan penting untuk membeda-bedakan bermacam-macam vegetasi menurut bentuk hidup dan pertumbuhannya, seperti rerumputan, herba, semak, liana, epifit atau pepohonan, yang bentuk pertumbuhanya seperti semak, belta atau pancang tiang, pohon dan tumbuhan bawahnya perlu diketahui. Untuk menentukan bentuk pertumbuhan tersebut (dalam Soerianegara dan Indrawan 1998 dan Kusmana dan Istomo, 1995) membuat batasan untuk berbagai tingkatan bentuk hidup sebagai berikut :
1. Semai (seedling atau belta) : bentuk pertumbuhan (permudaan) muai dari kecambah sampai anakan yang mempunyai tinggi kurang dari 1,5 m atau 0-30 cm dan 30-150 cm
2. Pancang (sapihan atau sapling/terna) : bentuk pertumbuhan berupa anakan dengan ketinggian setinggi 1,5 m dengan diameter batang kurang dari 10 cm atau 1,5-3 m, 3-5 m dan 5-10 m.
3. Tiang (pole) : pohon muda dengan diamater batang 10 cm-<20 cm (10-35 cm)
4. Pohon (tree) : pohon dewasa dengan diameter batang 20 cm atau lebih.
5. Tumbuhan bawah : tumbuha-tumbuhan selain bentuk pertumbuhan pohon, seperti rerumputan, herba, semak dan sebagainya.
Khusus untuk tumbuhan bakau (mangrove) bentuk pertumbuhan pada tingkat tiang di tindakan sehingga tingkatan pohon meliputi semua pepohonan yang mempunyai diameter batang 10 cm lebih. Selain itu diameter pohon diukur pada ketinggian 20 cm di atas akar tunjang (misalnya pada tumbuhan Rhizophora spp.) dan ketinggian 20 cm di atas banir untuk jenis non- Rhizophora spp. Untuk pohon yang tidak berakar tunjang dan berbanir pengukuran diameter pohon dilakukan pada ketinggian 1,3 m di atas permukaan tanah (DBH = diameter at breast height).
Dalam analisis vegetasi, parameter vegetasi yang dicatat yang biasanya dilakukan langsung di lapangan adalah :
1. Nama jenis (spesies) (lokal dan ilmiah)
2. Frekuensi kehadiran setiap jenis
3. Jumlah individu untuk menentukan kerapatan
4. Penutupan tajuk untuk menentukan penutupan (coverage) vegetasi terhadap permukaan tanah.
5. Diameter (garis tengah batang) untuk menentukkan luas bidang dasar yang sangat berguna untuk memprediksi volume pohon dan tegakan
6. Tinggi pohon, untuk menentukan stratifikasi dan menduga volume pohon serta volume tegakan.
7. Pemetaan lokasi individu tiap jenis tumbuhan atau pohon untuk menentukan pola sebaran spasial pada berbagai area.
Pada dasarnya hampir semua kegiatan pengukuran untuk analisis vegetasi dilakukan pengukuran terhadap jenis-jenisnya, kerapatan atau jumlah individu per jenis, frekuensi kehadirannya, diameter batang atau luas penutupan tajuk dan tinggi pohon. Walaupun demikian, parameter vegetasi yang diukur akan tergantung pada informasi yang dikehendaki dan tujuan penelitian.
Untuk analisis vegetasi dari berbagai bentuk pertumbuhan dan bentuk hidup tumbuh-tumbuhan yang akan dilakukan penelitiannya, menurut Kusmana dan Istomo (1995), untuk metode kuadrat sebagai metode yang paling umum digunakan dalam analisis vegetasi maka ukuran sampel (kuadrat) dan subsampel untuk tumbuhan bawah, permudaan dan pohon adalah sebagai berikut :
a. Semai dan tumbuhan bawah      : 2 x 2 m atau 1x1 m atau 2 x 5 m
b. pancang                                      : 5 x 5 cm
c. tiang                                            : 10 x 10 m
d. pohon                                         : 20 x 20 m atau 20 x 50 m




indikator


Banyaknya tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai indikator suatu lingkungan. Dalam suatu komunitas tumbuhan beberapa diantaranya dominan dengan jumlah yang melimpah. Tumbuhan semacam ini merupakan indikator yang penting karena mereka sudah sangat erat hubungan dengan habitatnya. Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa komunitas atau setidak-tidaknya kebanyakan tumbuhan merupakan indikator yang lebih baik daripada tumbuhan yang tumbuh secara individual.
          Pengetahuan tentang indikator tumbuhan dapat membantu mencirikan sifat tanah setempat, dengan demikian dapat untuk menentukan tanaman apa atau apa yang dapat diusahakan di bagian tanah itu atau seluruh tanah di situ. Indikator tumbuhan juga digunakan untuk memperkirakan kemungkinan lahan sebagai sumber daya untuk hutan, padang rumput atau tanaman pertanian. Bahkan beberapa jenis logam dapat dideteksi dengan pertumbuhan tumbuhan tertentu di suatu areal.

A.    Azas-azas tumbuhan indikator
          Tumbuhan indikator mempunyai kekhususan, dengan demikian diperlukan adanya pedoman umum yang kemungkinan dipunyai dalam penerapan di lapang.
Pedoman umum atau azas itu antara lain :
1. Tumbuhan sebagai indikator kemungkinan bersifat steno atau eury.
2. Tumbuhan terdiri atas banyak spesies merupakan indikator yang lebih baik daripada kalau terdiri atas sedikit spesies.
3. Sebelum mempercayai sebagai suatu indikator harus dibuktikan dulu di tempat-tempat lain.
4. Banyaknya hubungan antara spesies, populasi dan komunitas sering memberikan petunjuk sebagai indikator yang lebih dapat dipercaya daripada spesies tunggal.

B.       Karakteristik  Tumbuhan Indikator
Pengetahuan tentang tumbuhan indicator ternyata sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan dan keperluan, seperti mengetahui kondisi tanah, penggunaaan lahan secara optimum untuk sumberdaya hutan. Pertanian atau peternakan untuk mengetahui kandungan logam di dalam tanah  karena beberapa jenis tumbuhan dapat menunjukkan adanya logam tertentu dan sebagainya.hal tersbut upanya berkaitan dengan beberapa karakteristik tumbuhan yang jenisnya dapat dijadikan sebagai tumbuhan indicator. Karakteristik tumbuhan indicator (fitoindikator) antara lain adalah :
1.      Atas dasar penyebaran atau distribusi special tumbuh-tumbuhan , beberapa jenis tuumbuhan yang memiliki toleransi terhadap faktor ekologi yang bersifat “steno” (sempit) atau “euri” (luas).suatu jenis tumbuhan dapat mempunyai batas toleransi yang sempituntuk suatu faktor lingkungan tertentu dan batas toleransi yang luas untuk faktor lingkungan lainnya. Misalnya suatu jenis tumbuhan mempunyai batas toleransi yang luas terhadap suhu lingkungannya (“euri-ternai”),tetapi mempunyai batas toleransi yang sempit terhadap ketersediaan (“steno-hidrik”)
2.      Tumbuhan yang mempunyai banyak jenis lebih baik dijadikan sebagai indicator daripada yang jumlah jenisnya sedikit.
3.      Tumbuh-tumbuhan dalam tingkat komunitas cenderung lebih baik menjadi indicator dari pada dalam tingkat jenis (spesies).hubungan numeric antara jenis (spesies),populasi dan komunitas sering dapat memberikan  petunjuk sebagai indicator dari pada spesies tunggal.
4.      Penyebaran jenis tumbuhan  indicator yang akan digunakan sebaiknya kehadiran di habitat nya terdapat dalam jumlah yang melimpah. 

C.    Tipe-tipe indikator tumbuhan
          Tipe yang berbeda dalam indikator tumbuhan mempunyai peranan yang berbeda dalam aspek tertentu.
1.      Indikator tumbuhan untuk pertanian
Kebanyakan indikator tumbuhan menentukan apakah tanah cocok untuk pertanian atau tidak. Petumbuhan tanaman pertanian dapat berbeda di beberapa kondisi lingkungan yang berbeda dan jika tumbuh dengan baik di suatu tanah berarti tanah itu cocok untuk tanaman itu. Sebagai suatu contoh, rumput-rumput pendek menandakan bahwa tanah di situ keadaan airnya kurang. Adanya rumput yang tinggi dan rendah menandakan tanah tempat tumbuh rumput itu subur, dengan demikian juga cocok untuk pertanian. Dhawar dan Nanda (1949) di India mengemukakan beberapa indikator tumbuhan pada berbagai tipe tanah sebagai berikut :



2.      Indikator tumbuhan untuk overgrazing
Kebanyakan tumbuhan yang menderita perlakuan karena adanya manusia / hewan yang kurang makan ini mengalami modifikasi sehingga vegetasinya berbentuk padang rumput. Sedangkan padang rumput sendiri kalau mengalami  overgrazing  akan mengalami kerusakan dan produksinya sebagaima kanan ternakakan  turun. Tumbuhan yang tahan tidak rusak tetapi seperti istirahat.Beberapa tumbuhan menunjukkan sifat yang karakteristik bahwa di situ terjadi  overgrazing . Biasanya hal itu dicirikan dengan adanya beberapa gulma semusim atau gulma tahunan berumur pendek, antara lain seperti Polygonum, Chenopodium, Lepidiumdan Verbena. Beberapa tumbuhan tidak menunjukkan atau sedikit menunjukkan adanya peristiwa itu, yaituseperti : Opuntia, Grindelia, Vernonia.

3.      Indikator tumbuhan untuk hutan
Beberapa tumbuhan menunjukkan tipe hutan yang karakteristik dan dapat tumbuh pada suatu areal yang tidak terganggu.Pada umumnya di sini tumbuhan yang ada menunjukkan bahwa sifat pertumbuhannya sesuai dengan kondisi hutan sehingga bila di situ dijadikan hutan kemungkinannya akan berhasil.

4.      Indikator tumbuhan untuk humus
Beberapa tumbuhan dapat hidup pada humus yang tebal.Monotropa, Neottia dan jamur menunjukkan adanya humus di dalam tanah.

5.      Indikator tumbuhan untuk kelembaban
Tumbuhan yang lebih suka hidup di daerah kering akan menunjukkan kandungan air tanah yang rendah di dalam tanah, antara lain seperti : Saccharummunja, Acacia, Calotropis, Agare, Opuntia danArgemone. Sedangkan Citrullus dan Eucalypus tumbuh di tanah yang dalam.Tumbuhan hidrofit menunjukkan kandungan air tanah yang jenuh atau dipaya.
Vegetasi Mangrove dan Polygonus menunjukkan tanah mengandung air yang beragam.

6.      Indikator tumbuhan untuk tipe tanah
Beberapa tumbuhan seperti : Casuarina equisetifolia, Ipomoea, Citrullus, Cilliganum polygonoides, Lycium barbarum dan Panicum tumbuh di tanah pasir bergeluh. Imperata cylindrica tumbuh di tanah berlempung. Kapas suka tumbuh di tanah hitam.

7.      Indikator tumbuhan untuk reaksi tanah
Rumex acetosa Rhododendron, Polytrichum dan Spagnummenunjukkan tanah kapur. Beberapa lumut menunjukkan tanah berkapur dan halofit menunjukkan tanah bergaram.

8.      Indikator tumbuhan untuk habitat saline
Beberapa tumbuhan tumbuh dan tahan dalam habitat dengan kandungan garam tinggi, yang kemudian disebut halofit. Tumbuhan itu biasa hidup di pantai yang mesofit atau hidrofit tak dapat hidup subur, karena dua yang disebut terakhir biarpun tahan genangan tetapi tidak tahan kadar garam yang tinggi di air ataupun tanah di situ. Kegaraman tanah antara lain oleh NaCl, CaSO4, NaCO3, KCl.
Tumbuhan yang dapat tumbuh di habitat semacam itu antara lain :Chaenopodium album, Snaeda fructicosa, Haloxylon salicorneum, Salsola foestrida, Tamarix articulata, Rhizophora mucronata, Avicennia alba, Acanthus ilicifllius. Ketahanan terhadap garam merupakan kemampuan tumbuhan untuk melawan adanya akibat yang disebabkan oleh garam sehingga kerusakannya tidak serius.
Ketahanan itu tergantung pada spesies, tipe jaringan, vitalitas, nisban ion dan peningkatan konsentrasi ion. Tumbuhan yang dapat hidup dalam 4 – 8% NaCl, sedang yang tidak tahan akan mati bila NaCl 1 – 5%. Tumbuhan yang tahan antara lain : Betula papyrivera, Elaeagnus angustifolia, Fraxinus excelstra, Populus alba, P. canadensis, Rosa rugosa, Salix alba, Ulmus americana, Juniperus chinensis, Pinus nigra.

9.      Indikator tumbuhan untuk pencemaran
Penggunaan vegetasi sebagai indikator biologi untuk pencemaran lingkungan sudah sejak lama, kira-kira sejak seratus tahun yang lalu di daerah pertambangan. Pengetahuan tentang ketahanan terhadap polutan terutama untuk vegetasi yang tumbuh di daerah industri atau di daerah padat penduduk.
Pada umumnya tumbuhan lebih sensitive terhadap polutan daripada manusia. Tumbuhan yang sensitiv dapat merupakan indikator, sedangkan tumbuhan yang tahan dapat merupakan akumulator polutan di dalam tubuhnya, tanpa mengalami kerusakan. Jamur, fungi dan Lichenea sensitive terhadap SO2 dan halide.
Konsentrasi SO2 sampai 1% membahayakan tumbuhan yang lebih tinggi. Banyak bahan kimia, pupuk, pestisida dan pemakaian bahan-bahan fosil yang tinggi melepaskan substansi-substansi toksik ke lingkungan dan hal itu dapat diserap juga oleh tumbuhan melalui udara, air atau tanah. Polutan di atmosfer yang berbahaya untuk tumbuhan antara lain SO2, halide (HF, HCl), Ozone dan Peroxiacetyl-nitrat (PAN) yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor, industri dan radiasi yang kuat. Substansi berbahaya yang mencapai tumbuhan melalui udara ialah : SO2, nitrogenoksida, ammonia, Hidrokarbon, debu, dan habitat.
Tumbuhan yang tumbuh di air akan terganggu oleh bahan kimia toksik dalam limbah (sianida, khlorine, hipoklorat, fenol, derivativ bensol dan campuran logam berat). Pengaruh polutan terhadap tumbuhan dapat berbeda tergantung pada macam polutan, konsentrasinya dan lamanya polutan itu berada. Pada konsentrasi tinggi tumbuhan akan menderita kerusakan akut dengan menampakkan gejala seperti khlorosis, perubahan warna, nekrosis dan kematian seluruh bagian tumbhan. Di samping perubahan morfologi juga akan terjadi perubahan kimia, biokimia, fisiologi dan struktur.

D.    Jaringan dalam tumbuhan
Kerusakan karena pencemaran dapat terjadi karena adanya akumulasi bahan toksik dalam tubuh tumbuhan, perubahan ph, peningkatan atau penurunan aktivitas enzim, rendahnya kandungan asam askorbat di daun, tertekannya fotosintesis, peningkatan respirasi, produksi bahan kering rendah, perubahan permeabilitas, terganggunya keseimbangan air dan penurunan kesuburannya dalam waktu yang lama. Gangguan metabolisme berkembang menjadi kerusakan kronia dengan konsekuensi tak beraturan. Tumbuhan akan berkurang produktivitasnya dan kualitas hasilnya juga rendah. Kecuali itu struktur kayu juga berubah, cabang-cabang kering dan secara perlahan pohon akan mati. Gejala adanya pencemaran pada tumbuhan sangat bervariasi dan tidak spesifik. Suatu polutan berpengaruh terhadap tumbuhan yang berbeda dengan cara yang berbeda-beda dan suatu gejala dapat terjadi karena suatu substansi. Pengaruh faktor-faktor luar seperti polutan pada tumbuhan tergantung  spesiesnya, fase perkembangannya dan jaringan atau organ yang terkena. Perubahan morfologi suatu tumbuhan dan komposisi floristik suatu komunitas tumbuhan dapat digunakan untuk menduga adanya perubahan lingkungan.
Beberapa perubahan yang terjadi pada tumbuhan yang dapat digunakan sebagai indikator pencemaran antara lain perkecambahan, perubahan morfologi, perubahan biokemis dan fisiologi.

E.     Perubahan morfologi
DN Rao (1977) telah mempelajari tanggapan terhadap pencemaran pada beberapa tumbuhan sebagai indikator. Polygonum, Rheum, Vicia, Phaseolus dan Capsella telah diobservasi sebagai indikator pencemaran.
Menurut Brandt (1974) kebanyakan spesies tumbuhan dapat digunakan untuk mendeteksi adanya komtaminasi. Pada umumnya tanggapan tumbuhan terhadap bahan pencemaran bersifat karakteristik tetapi tidak spesifik. Usaha-usaha telah dilakukan untuk mengembangkan jenis-jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai indikator yang spesifik untuk suatu bahan pencemar.
Jagung, ketela rambat dan gandum yang pertumbuhannya terhambat sebagai tanda adanya keracunan yang tinggi. Penurunan panjang akar, panjang batang, jumlah anakan, daun, bulir dan biji pada gandum telah dipalorkan terjadi di daerah yang tercemar oleh debu semen. Keadaan yang sama pada tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah buah per tanaman kapas menunjukkan adanya suatu pencemaran.
Penghambatan pertumbuhan lateral pada pohon-pohn di hutan disebabkan oleh debu batu kapur. Pohon pinus tidak dapat tumbuh dengan baik di daerah yang tercemar oleh SO2 telah pula dilaporkan bahwa daun merupakan organ yang sensitif terhadap pencemaran. Nilai indikator untuk pencemaran pada daun telah dilakukan oleh beberapa ahli dalam hubungannya dengan beberapa variasi kondisi. Kerusakan daun gejalanya bersifat karakteristik untuk bahan pencemar tertentu. Karakteristik itu meliputi pembentukan pigmen, khlorosis, menjadi kuning, nekrosis dan sebagainya.
Daun tumbuhan dikotil umumnya menunjukkan adanya bercak antara tulang-tulang daun dan pada monokotil umumnya terjadi garis nekrosis antara tulang-tulang daun paralel. Kerusakan dapat terjadi juga pada tepi dan pucuk daun. Tanda-tanda yang diakibatkan oleh Ozone, Nitrogen oksida dan Khlorine hampir sama. Pengurangan perluasan daun kotiledon dalam tanggapannya terhadap pencemaran telah diamati untuk beberapa kasus. Luka-luka nekrotik dan penurunan produktivitas primer bersih dalam konsentrasi SO2 yang berbeda-beda telah dilaporkan oleh LC Mishra (1980). Pada saat ini morfologi epidermis telah dipelajari sebagai indikator dalam tanggapannya terhadap bahan pencemar khususnya SO2. Kerusakan kutikula dan epidermis dapat digunakan untuk mengidikasikan adanya pencemaran udara.
Berat kering daun, penurunan tebal daun, ukuran sel, kehilangan daun dan cepatnya penuaan menandakan adanya pencemaran asap dan SO2.
Yunus dan Ahmad (1980) telah mengamati bahwa daun tumbuhan di daerah yang tercemar oleh debu dari pabrik semen mempunyai kerapatan stomata dan trichomata yang tinggi, sel epidermis dan ukuran trichomata lebih kecil dibandingkan dengan bila tidak tercemar.