sedikit mau cerita tentang apa yang aku rasakan ..
tapi sebelum aku cerita, aku mau tau pendapat kalian tentang makna sebuah senyum..
apa makna senyum untuk kalian ? sekedar ekspresi senangkah ? atau hal yg biasa ?
senyum itu banyak arti dan makna menurutku ...
terkadang senyum itu berasal dari dalam hati dan terkadang pula hanya untuk menghormati orang lain, bahkan senyum bisa diartikan sebuah sindiran ..
ahahaha :D
banyak ya maknanya, tapi tergantung kalian menyikapi dan mengartikan sebuah senyuman itu :)
sedikit mau cerita nih tentang pengalaman pribadi aku , curcol lagi deh #ups :P
aku mempunya adek les, namanya alya .
anak kelas 4 sd al islam di solo, anak nya cewe #dari namanya juga udah keliatan kalee dahlia --"
dia tipe anak pendiam , gag banyak ngomong dan menurut aku seorang anak penurut dan gag bawel .
sedangkan aku sendiri orangnya yahh cerewet *dikit, bawel *banget, gag bisa diem *iyaah
gag nyambung banget yah sama dek alya ? emangg -_-
pertama aku ngadepin dek alya ampunn, frustasi , knp ? karena itu anak terlalu pendiam .
ohh God, hampir saja aku menyerah disitu karena gag bisa tahan sama orang yang pendiam .
tapi tunggu, aku berusaha untuk bisa masuk kedunianya ..
2 minggu pertama dia sudah mau menjawab pertanyaanku ,walaupun hanya seperlunya dan suaranya pelan banget >.<
raawwwrr,,
dan setelah satu bulan aku ngeles, alhamdulillah kemaren dia bisa tersenyum lepas terhadapku :)
subhanallah, gag sia-sia aku bertahan ..
rasanya kalian tau ? seperti mendapat doorprice sebuah undian tabungan di bank , ahahaha :D
dan kemaren juga dia bisa tertawa , yes yes yes
dahlia bisa bikin anak pendiem ketawa, mukzizat ..
yahh, sepenggal ceritaku ..
dan aku selalu mempunyai perasaan puas dan adem dihati ketika aku dapat membuat orang disekitarku tersenyum :)
senyum itu indah , senyum itu milik siapa saja
senyum itu adalah hal simple yang dimiliki oleh siapapun
dan satu lagi, senyum itu sebuah ibadah :))
Selasa, 29 Mei 2012
Rabu, 23 Mei 2012
konsep dasar analisa vegetasi
Analisis vegetasi adalah suatu analisis dalam ekologi
tumbuhan yang bertujuan membuat suatu deskripsi dan mendokumentasikan kondisi
atau karakter masyarakat tumbuhan suatu ekosistem dalam hubungannya faktor –
faktor ekologi seperti biotik dan klimatik (Smeins data Slack, 1982). Hal tersebut dimaksudkan
untuk mengetahui dan memahamai bagaimana kondisi berbagai jenis vegetasi dalam
suatu komuniats atau populasi tumbuhan bereaksi dan berkembang dalam skala
waktu dan ruang.
Dalam analisis vegetasi yang diperoleh adalah data
kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data frekuensi, jumlah
temuan/kehadiran, ukuran, basal area atau penutupan tajuk (coverage) diperoleh
dari hasil pengamatan dan penghitungan dilapangan dengan luas daerah tertentu.
Sedangkan data kualitatif cenderung diperoleh dari hasil pengamatan pada
kawasan yang lebih luas (Setiadi dkk,1989).
Pemilihan cara atau metode tersebut pada umumnya
tergantung dari :
1.
Tujuan
penelitian atau analisis vegetasi yang dilakukan.
2.
Struktur
dan tipe variasi yang dipilih
3.
Karakteristik
vegetasi seperti densitas, frekuensi, dominansi dan lain sebagainya.
4.
Tingkat
ketepatan dan keakurasian yang diinginkan.
5.
Waktu
dana dan tenaga yang tersedia.
A.
Dasar
– Dasar Analisis Vegetasi
Struktur
dan peranan jenis tumbuhan didalam masyarakat tumbuh – tumbuhan merupakan
pencerminan dari faktor ekologi jenis tumbuhan yang berinteraksi dengan masa
lalu, kini dan yang akan dating. Oleh karenanya dalam mempelajari vegetasi pada
suatu habitat dapat diketahui masa lalu daerah atau habitat tersebut, mengerti
keadaan sekarang yang terjadi dan menduga perkembangannya dimasa mendatang.
Dalam hubungan tersebut analisis vegetasi adalah suatu cara untuk mempelajari
susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat
tumbuhan ( Soerianegara dan Indrawan, 1998).
Dalam
mengerjakan analisis vegetasi terdapat dua hal penting yang harus dicermati
yaitu nilai ekonomis dan nilai hayati (biologi). Nilai ekonomis suatu vegetasi
dapat diketahui dari potensi vegetasi tersebut yang akan menghasilkan nilai
ekonomis (devisa) dari tumbuh – tumbuhan dalam bentuk pohon atau tanaman yang
dapat menghasilkan getah dan kayu.
Untuk
suatu kawasan lindung atau cagar alam, analisis vegetasi dapat diamanfaatkan
dan bertujuan untuk mengetahui dan memahami kondisi, struktur, perkembangan dan
dinamika vegetasi dan biota lain serta berbagai faktor abiotic yang terdapat
dikawasan tersebut dalam hubungannya dengan faktor waktu dan sebaran
spasialnya. Sehingga dari hal tersebut dapat dipelajari dan diperkirakan daya
dukung lingkungan dan potensi biotik, kualitas dan kondisi habitat liar, cukup
tidaknya tersedia nutrient dan sumber pakan serta produktivitas flora dan fauna
dikawasan tersebut (Rasidi, 1997).
Dalam
pelaksanaan analisis vegetasi, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
agar informasi yang diperoleh merupakan data yang akurat antara lain :
1.
Bentuk
besar/luas dan jumlah unit sampel yang digunakan.
2.
Metode
dan teknik pengambilan sampel
3.
Cara
pengambilan sampel dilapangan
4.
Objek
yang akan diobservasi dan didata
5.
Parameter
vegetasi yang digunakan
6.
Teknik
dan metode analisi vegetasi yang digunakan
Sesuai
dengan fungsinya, analisis vegetasi terutama digunakan untuk mempelajari
struktur atau susunan dan bentuk vegetasi masyarakat tumbuh-tumbuhan, misalnya
mempelajari tegakan hutan, yaitu tingkat pohon dan permudaannya atau
mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yaitu jenis-jenis vegetasi dasar yang
terdapat di bawah tegakan hutan (kecuali permudaan pohon hutan), padang rumput
atau padang alang-alang dan vegetasi semak belukar.
Dalam
analisis vegetasi terdapat beberapa metode pengambilan data yang digunakan.
Teknik sampling dalam analisis vegetasi yang paling banyak digunakan adalah :
1) metode kuadrat, 2) metode garis transek, dan 3) metode titik / point quarter
techniques (soerinegara dan indrawan, 1998; cox, 1996). Analisis vegetasi untuk
wilayah yang luas, yang komunitas vegetasinya terdiri dari jenis perdu atau
semak rendah akan lebih efisien jika menggunakan metode garis transek. Untuk
mempelajari struktur vegetasi hutan dengan pepohonan yang jaraknya
masing-masing berjauhan, metode yang tepat adalah menggunakan metode kuadrat.
Dalam
“teknik sampling”, drai segi ekologi floristic teknik “random sampling” hanya
mungkin digunakan apabila kawasan dan vegetasinya bersifat homogen, misalnya
padang rumput atau safana dan hutan tanaman. Pada umumnya untuk penelitian
ekologi tumbuhan lebih sering digunakan “sistematyc sampling”, “sistematyc
random sampling” atau kadang-kadang “purposive sampling”.
Karena
titik berat analisis vegetasi terletak pada penelaahan tentang struktur dan
komposisi jenis maka dalam menetapkan besar (jumlah ) dan banyaknya unit
sampling perlu digunakan berupa titik atau kuadrat dengan cara kurva (lengkung
) jenis ( kurva spesies area ) (soerinegara dan indrawan, 1998). Kurva
(lengkung) spesies ini diperlukan untuk menetapkan luas atau besar minimum
kuadrat dan jumlah minimum kuadratnya yang dapat mewakili wilayah yang akan
diteliti.
Dalam
analisis vegetasi untuk meneliti struktur dan komposisi jenis pepohonan dan
permudaannya dihutan, yang paling umum digunakan adalah :
1.
Metode petak (kuadrat)
a.
Cara
petak tunggal
Menurut
cara ini digunakan satu petak (kuadrat) berupa tegakkan hutan sebagai unit
sampel. Besar unit sampel tidak boleh terlalu kecil sehingga tidak dapat
menggambarkan keadaan hutan yang dipelajari. Ukuran minimum dari petak tunggal
tergantung dari kerapatan vegetasi dan banyaknya jenis-jenis pohon. Semakin
jarang pepohonan yang ada atau semakin banyak jenis-jenis tumbuhan, semakin
besar ukuran kuadrat sebagai petak tunggal yang digunakan. Ukuran minimum
ditetapkan dengan menggunakan kurva lengkung spesies. Luas minimum ditetapkan
dengan dasar penambahan luas kuadrat yang tidak menyebabkan kenaikan jumlah
jenis lebih besar dari 10% atau 5%. Dengan menggunakan kurva lengkung jenis
untuk kebanyakan hutan hujan tropika menurut Richard pada umumnya diperlukan
petak tunggal seluas 1,5 Ha, sebaliknya menurut vestal rata-rata luas petak
tunggal yang diperlukan untuk hutan hujan tropika adalah 3 Ha (s oerinegara dan
indrawan, 1998). Untuk itu unit sampel berbentuk persegi panjang akan lebuh
efektif dari pada kuadrat berbentuk bujur sangkar.
b.
Cara
petak ganda
Menurut
cara ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan banyak kuadrat yang
diletakkan tersebar merata dengan secara sistematis. Penentuan besar atau luas
unit sampel juga harus ditentukan kurva lengkung jenis. Di Indonesia biasanya
digunaka kuadrat berukuran 0,1 Ha untuk pohon, 0,01 untuk anakan pohon sampling
dan semak atau 0,001 Ha untuk tumbuh-tumbuhan bawah dan semai (seedling).
- Metode transek
a.
Cara
jalur
Cara
ini digunakan untuk vegetasi yang belum diketahui keadaan sebelumnya dan paling
efektif untuk mempelajari perubahan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi
dan tigkatan ketinggian tanah (elefasi), misalnya dari tepi laut ke pedalaman,
memotong sungai dan naik atau menuruni lereng pengunungan. Pada umumnya lebar
jalur yang diguanakan adalah 10 meter atau 20 meter, dengan jarak masing-masing
200-1000 meter. Untuk luas tegakan hutan 100000 Ha diperlukan intensitas luas
tegakan sekitar 2 %
Cara sampling di mana petak yang lebih besar mengandung petak-petak yang
lebih kecil dinamakan nested sampling,seperti pada gambar di atas.
c.
Cara
garis berpetak
Cara
ini dianggap sebagai modifikasi cara petak ( kuadrat berganda ) atau cara
jalur,dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur,jadi pada
jalur rintisan terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Dalam cara
ini petak atau kuadrat sebagai unit sampel dapat berbentuk persegi panjang dan
bujur sangkar yang luasnya 10 x 10 m, 20 x 20 m, atau 20 x 50 m atau lingkaran
dengan jari-jari 17,8 m ( 0,1 ha ).
Seperti cara petak ganda,cara garis berpetak ini pada petak untuk pohon dibuat
petak-petak yang lebih kecil untuk tumbuhan yang lebih kecildan permudaannya.
Untuk pohon dilakukan cara jalur,sedang untuk seedling dan sapling dilakukan
dengan cara berpetak seperti yang tertera pada gambar berikut
3. Metode titik ( tanpa petak )
Cara ini digunakan untuk penelitian
yang sekedar ingin mengetahui komposisi komunitas pepohonan dan dominasi
jenisnya yang dilakukan dengan menaksir volume batang pohonnya. Berbagai metode
titik yang digunakan,antara lain:
a.
Metode Bitterlich
Dalam metode ini digunakan alat yang
bernama “ tongkat bitterlich”, yaitu
tongkat kecil panjangnya 66 cm yang ujungnya terpasang plat seng bujur sangkar
berukuran 2 x 2 cm. Dengan mengangkat tongkat setinggi mata,alat tersebut
diarahkan ke pepohonan yang akan diteliti yang ada disekeliling alat tersebut.
Dengan mengangkat tongkat setinggi mata yang diarahkan
kepohon-pohon yang ada disekelilingnya, pohon yang terllihat bergaris tengah
lebih besar dan sama dengan sisi plot seng dicatat nama dannukuran diameter
batangnya,.
Untuk setiap jenis pohon yang dicatat kemudian
dihitung dan ditentukan luas bidang dasar(basal areanya) dengan menggunakan
rumus seperti berkut:
B=
N/n x 2,3 m2 /ha
B=
luas bidang dasar
N=
banyaknya pohon jenis yang bersangkutan
N=
banyaknya titik pengamatan untuk jenis yang ditemukan
2,3=
faktor bidang dasar untuk alat tersebut
b.
Metode
Kuarter(Point Centered Method)
Metode
Kuadran
Pada
metode kuadran sebelum melakukan pengukuran, lebih dahulu garis kompas untuk
menentukan titik-titik pengambilan sampel (sejumlah unit sample). Pada suatu
titik sampel yang telah ditentukan kemudian dibuat kuadran(garis yang saling
tegak lurus pada titik tersebut). Dari titik kuadran(satu titik sample
masing-masing mempunyai 4 buah kuadran) dicatat dan diukur pohon yang
berdekatan titik itu dengan data yang meloputi jenis, tinggi dan diameter
batang setinggi dada, serta jarak terdekat pohon terhadap titik tersebut,
seperti tertera pada gambar berikut.
c.
Metode Titik Berpasangan(Random Pair Method)
Pada
metode ini pengukuran dan pendataa pada setiap unit sampel dilakukan pada
titik-titik sepanjang garis kompas. Pada suatu titik unit sample dipilih lebih
dahulu pohon yang terdekat dengan titik tersebut. Kemudian ditarik garis tegak
lurus dengan arah dari titik kepohon terdekat dari titik tersebut atau kalau
menggunakan busur derajat, arahkan garis dengan sudut 900 ke pohon
itu. Pohon kedua yang dipilih
adalah pohon yang terdekat pada pohon pertama yng letaknya di bagian lain yang
dibatasi oleh garis pertama.
Dari
hasil pengumpulan data dapat diketahui dan diukur parameter berikut:
Untuk mempelajari struktur vegetasi
tumbuhan bawahan analisis vegetasi yang sering digunakan adalah dengan “metode
kuadrat” (Quadrat sampling technique), “metode garis intersep” (Line intercept
technique) dan “metode titik intersep” (Point intercept method) (dalam Soerianegara dan Indrawan, 1998;
Kusmana, 1997; Cox, 1996; Smeins dan Slack, 1992).
Metode kuadrat unit sampelnya, berupa
kuadrat berukuran 1 × 1 m atau 10 × 10 m (untuk semak belukar yang tingginya
dapat mencapai sekitar 3 m atau 10 feet), atau lingkaran bergaris tengah 0,56 m2
. untuk suatu habitat yang vegetasinya seragam, misalnya padang rumput
penentuan unit sampel pada umumnya dapat dilakukan secara “random sampling”.
Metode garis intersep umumnya dipakai
untuk analisis vegetasi yang komunitas vegetasinya mempunyai strata yang
berbeda, misalnya terdapat strata tumbuhan herba, semak belukar dan pepohonan.
Dalam metode ini garis transek dibuat secara sistematis, sedangkan titik
intersep dipilih secara acak. Dari hasil pengukuran, besarnya (parameter) yang
perlu/harus diketahui, antara lain :
1. Jumlah individu yang dijumpai dan
dicatat (N)
2.
Total
panjang intersep (I)
3.
Jumlah
interval transek tempat ditemukannya suatu jenis
4.
Total
dari kebalikan dari lebar maksimum (∑1 / M)
Metode
titik intersep sering digunakan dalam analisis vegetasi untuk tumbuh-tumbuhan
berupa herba, semak atau anakan pohon dengan menggunakan suatu alat berupa
jarum (pin) pada papan panjangnya 100 cm. Area yang diteliti luasnya 1×1 m2
dan jarum dari kawat kemudian dimasukkan ke dalam lubang pada papan yang
berjarak 10 cm, dengan ketinggian diatas tanah sekitar 100 cm dan tumbuhan yang
terkena sentuhan ujung jarum merupakan tumbuhan yang terpilih
Contoh : misalnya dalam pengumpulan
data di suatu area, tumbuhan putri malu (Mimosa
pudica) terkena 300 sentuhan, sedang jumlah seluruh sentuhan 1000 kali.
Maka dominansi tumbuhan putri malu di area tersebut adalah 3/10 x 100% = 30%.
Untuk penghitungan Frekuensi, Frekuensi Relatif, Kerapatan, Kerapatan Relatif
Dan Indeks Nilai Penting dapat dihitung, seperti pada Metode Kuadrat.
B. PARAMETER VEGETASI UNTUK ANALISIS VEGETASI
Berbagai parameter ekologi yang
sering digunakan dalam analisis vegetasi pada dasarnya merupakan parameter atau
besaran yang dapat menjadi petunjuk tentang karakteristik suatu jenis, populasi
atau komunitas tumbuhan. Parameter tersebut dapat digunakan untuk mengetahui
tentang jenis dan komposisi jenis suatu komunitas tumbuh-tumbuhan. Kelimpahan,
keragaman, kerapatan atau kepadatan, bentuk hidup dan sebagainya.
Secara ekologis perlu dan penting
untuk membeda-bedakan bermacam-macam vegetasi menurut bentuk hidup dan
pertumbuhannya, seperti rerumputan, herba, semak, liana, epifit atau pepohonan,
yang bentuk pertumbuhanya seperti semak, belta atau pancang tiang, pohon dan
tumbuhan bawahnya perlu diketahui. Untuk menentukan bentuk pertumbuhan tersebut
(dalam Soerianegara dan Indrawan 1998 dan Kusmana dan Istomo, 1995) membuat
batasan untuk berbagai tingkatan bentuk hidup sebagai berikut :
1. Semai (seedling atau belta) :
bentuk pertumbuhan (permudaan) muai dari kecambah sampai anakan yang mempunyai
tinggi kurang dari 1,5 m atau 0-30 cm dan 30-150 cm
2. Pancang (sapihan atau
sapling/terna) : bentuk pertumbuhan berupa anakan dengan ketinggian setinggi
1,5 m dengan diameter batang kurang dari 10 cm atau 1,5-3 m, 3-5 m dan 5-10 m.
3. Tiang (pole) : pohon muda dengan
diamater batang 10 cm-<20 cm (10-35 cm)
4. Pohon (tree) : pohon dewasa
dengan diameter batang 20 cm atau lebih.
5. Tumbuhan bawah : tumbuha-tumbuhan
selain bentuk pertumbuhan pohon, seperti rerumputan, herba, semak dan
sebagainya.
Khusus untuk tumbuhan bakau
(mangrove) bentuk pertumbuhan pada tingkat tiang di tindakan sehingga tingkatan
pohon meliputi semua pepohonan yang mempunyai diameter batang 10 cm lebih.
Selain itu diameter pohon diukur pada ketinggian 20 cm di atas akar tunjang
(misalnya pada tumbuhan Rhizophora spp.)
dan ketinggian 20 cm di atas banir untuk jenis non- Rhizophora spp. Untuk pohon yang tidak berakar tunjang dan
berbanir pengukuran diameter pohon dilakukan pada ketinggian 1,3 m di atas
permukaan tanah (DBH = diameter at
breast height).
Dalam analisis vegetasi, parameter
vegetasi yang dicatat yang biasanya dilakukan langsung di lapangan adalah :
1. Nama jenis (spesies) (lokal dan
ilmiah)
2. Frekuensi kehadiran setiap jenis
3. Jumlah individu untuk menentukan
kerapatan
4. Penutupan tajuk untuk menentukan
penutupan (coverage) vegetasi terhadap permukaan tanah.
5. Diameter (garis tengah batang)
untuk menentukkan luas bidang dasar yang sangat berguna untuk memprediksi
volume pohon dan tegakan
6. Tinggi pohon, untuk menentukan
stratifikasi dan menduga volume pohon serta volume tegakan.
7. Pemetaan lokasi individu tiap
jenis tumbuhan atau pohon untuk menentukan pola sebaran spasial pada berbagai area.
Pada dasarnya hampir semua kegiatan
pengukuran untuk analisis vegetasi dilakukan pengukuran terhadap
jenis-jenisnya, kerapatan atau jumlah individu per jenis, frekuensi
kehadirannya, diameter batang atau luas penutupan tajuk dan tinggi pohon.
Walaupun demikian, parameter vegetasi yang diukur akan tergantung pada
informasi yang dikehendaki dan tujuan penelitian.
Untuk analisis vegetasi dari
berbagai bentuk pertumbuhan dan bentuk hidup tumbuh-tumbuhan yang akan
dilakukan penelitiannya, menurut Kusmana dan Istomo (1995), untuk metode
kuadrat sebagai metode yang paling umum digunakan dalam analisis vegetasi maka
ukuran sampel (kuadrat) dan subsampel untuk tumbuhan bawah, permudaan dan pohon
adalah sebagai berikut :
a. Semai dan tumbuhan bawah : 2 x 2 m atau 1x1 m atau 2 x 5 m
b. pancang : 5 x 5 cm
c. tiang : 10 x 10 m
d. pohon : 20 x 20 m atau 20 x 50 m
indikator
Banyaknya
tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai indikator suatu lingkungan. Dalam suatu komunitas
tumbuhan beberapa diantaranya dominan dengan jumlah yang melimpah. Tumbuhan
semacam ini merupakan indikator yang penting karena mereka sudah sangat erat
hubungan dengan habitatnya. Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa komunitas
atau setidak-tidaknya kebanyakan tumbuhan merupakan indikator yang lebih baik
daripada tumbuhan yang tumbuh secara individual.
Pengetahuan tentang indikator tumbuhan dapat membantu mencirikan sifat tanah
setempat, dengan demikian dapat untuk menentukan tanaman apa atau apa yang
dapat diusahakan di bagian tanah itu atau seluruh tanah di situ. Indikator
tumbuhan juga digunakan untuk memperkirakan kemungkinan lahan sebagai sumber
daya untuk hutan, padang rumput atau tanaman pertanian. Bahkan beberapa jenis
logam dapat dideteksi dengan pertumbuhan tumbuhan tertentu di suatu areal.
A. Azas-azas
tumbuhan indikator
Tumbuhan indikator mempunyai kekhususan, dengan demikian diperlukan adanya
pedoman umum yang kemungkinan dipunyai dalam penerapan di lapang.
Pedoman
umum atau azas itu antara lain :
1.
Tumbuhan sebagai indikator kemungkinan bersifat steno atau eury.
2. Tumbuhan terdiri atas
banyak spesies merupakan indikator yang lebih baik daripada kalau terdiri atas
sedikit spesies.
3. Sebelum mempercayai
sebagai suatu indikator harus dibuktikan dulu di tempat-tempat lain.
4. Banyaknya hubungan
antara spesies, populasi dan komunitas sering memberikan petunjuk sebagai
indikator yang lebih dapat dipercaya daripada spesies tunggal.
B. Karakteristik Tumbuhan
Indikator
Pengetahuan tentang tumbuhan
indicator ternyata sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan dan keperluan,
seperti mengetahui kondisi tanah, penggunaaan lahan secara optimum untuk
sumberdaya hutan. Pertanian atau peternakan untuk mengetahui kandungan logam di
dalam tanah karena beberapa jenis
tumbuhan dapat menunjukkan adanya logam tertentu dan sebagainya.hal tersbut
upanya berkaitan dengan beberapa karakteristik tumbuhan yang jenisnya dapat
dijadikan sebagai tumbuhan indicator. Karakteristik tumbuhan indicator
(fitoindikator) antara lain adalah :
1.
Atas
dasar penyebaran atau distribusi special tumbuh-tumbuhan , beberapa jenis
tuumbuhan yang memiliki toleransi terhadap faktor ekologi yang bersifat “steno”
(sempit) atau “euri” (luas).suatu jenis tumbuhan dapat mempunyai batas
toleransi yang sempituntuk suatu faktor lingkungan tertentu dan batas toleransi
yang luas untuk faktor lingkungan lainnya. Misalnya suatu jenis tumbuhan
mempunyai batas toleransi yang luas terhadap suhu lingkungannya
(“euri-ternai”),tetapi mempunyai batas toleransi yang sempit terhadap
ketersediaan (“steno-hidrik”)
2.
Tumbuhan
yang mempunyai banyak jenis lebih baik dijadikan sebagai indicator daripada
yang jumlah jenisnya sedikit.
3.
Tumbuh-tumbuhan
dalam tingkat komunitas cenderung lebih baik menjadi indicator dari pada dalam
tingkat jenis (spesies).hubungan numeric antara jenis (spesies),populasi dan
komunitas sering dapat memberikan
petunjuk sebagai indicator dari pada spesies tunggal.
4.
Penyebaran
jenis tumbuhan indicator yang akan
digunakan sebaiknya kehadiran di habitat nya terdapat dalam jumlah yang
melimpah.
C. Tipe-tipe
indikator tumbuhan
Tipe yang berbeda dalam indikator tumbuhan mempunyai peranan yang berbeda dalam
aspek tertentu.
1.
Indikator
tumbuhan untuk pertanian
Kebanyakan indikator
tumbuhan menentukan apakah tanah cocok untuk pertanian atau tidak. Petumbuhan
tanaman pertanian dapat berbeda di beberapa kondisi lingkungan yang berbeda dan
jika tumbuh dengan baik di suatu tanah berarti tanah itu cocok untuk tanaman itu.
Sebagai suatu contoh, rumput-rumput pendek menandakan bahwa tanah di situ
keadaan airnya kurang. Adanya rumput yang tinggi dan rendah menandakan tanah
tempat tumbuh rumput itu subur, dengan demikian juga cocok untuk pertanian. Dhawar
dan Nanda (1949) di India mengemukakan beberapa indikator tumbuhan
pada berbagai tipe tanah sebagai berikut :
2.
Indikator tumbuhan untuk overgrazing
Kebanyakan tumbuhan yang menderita perlakuan karena
adanya manusia / hewan yang kurang makan ini mengalami modifikasi sehingga vegetasinya
berbentuk padang rumput. Sedangkan padang rumput sendiri kalau mengalami overgrazing
akan mengalami kerusakan dan produksinya sebagaima kanan ternakakan
turun. Tumbuhan yang tahan tidak rusak tetapi seperti istirahat.Beberapa tumbuhan
menunjukkan sifat yang karakteristik bahwa di situ terjadi overgrazing
. Biasanya hal itu dicirikan dengan adanya beberapa gulma semusim atau gulma
tahunan berumur pendek, antara lain seperti Polygonum, Chenopodium,
Lepidiumdan Verbena. Beberapa tumbuhan tidak menunjukkan atau sedikit menunjukkan
adanya peristiwa itu, yaituseperti : Opuntia, Grindelia, Vernonia.
3.
Indikator tumbuhan untuk hutan
Beberapa tumbuhan menunjukkan
tipe hutan yang karakteristik dan dapat tumbuh pada suatu areal yang tidak terganggu.Pada
umumnya di sini tumbuhan yang ada menunjukkan bahwa sifat pertumbuhannya sesuai
dengan kondisi hutan sehingga bila di situ dijadikan hutan kemungkinannya akan berhasil.
4.
Indikator tumbuhan untuk humus
Beberapa tumbuhan dapat hidup pada humus yang
tebal.Monotropa, Neottia dan jamur menunjukkan adanya humus di
dalam tanah.
Tumbuhan yang lebih suka hidup di daerah kering
akan menunjukkan kandungan air tanah yang rendah di dalam tanah, antara lain
seperti : Saccharummunja, Acacia, Calotropis, Agare, Opuntia danArgemone.
Sedangkan Citrullus dan Eucalypus tumbuh di
tanah yang dalam.Tumbuhan hidrofit menunjukkan kandungan air tanah yang jenuh
atau dipaya.
Vegetasi Mangrove dan Polygonus menunjukkan
tanah mengandung air yang beragam.
6.
Indikator tumbuhan untuk tipe
tanah
Beberapa tumbuhan seperti
: Casuarina equisetifolia, Ipomoea, Citrullus, Cilliganum polygonoides,
Lycium barbarum dan Panicum tumbuh di tanah pasir
bergeluh. Imperata cylindrica tumbuh di tanah berlempung.
Kapas suka tumbuh di tanah hitam.
7.
Indikator
tumbuhan untuk reaksi tanah
Rumex acetosa
Rhododendron, Polytrichum dan Spagnummenunjukkan
tanah kapur. Beberapa lumut menunjukkan tanah berkapur dan halofit menunjukkan
tanah bergaram.
8.
Indikator
tumbuhan untuk habitat saline
Beberapa tumbuhan tumbuh
dan tahan dalam habitat dengan kandungan garam tinggi, yang kemudian disebut
halofit. Tumbuhan itu biasa hidup di pantai yang mesofit atau hidrofit tak
dapat hidup subur, karena dua yang disebut terakhir biarpun tahan genangan
tetapi tidak tahan kadar garam yang tinggi di air ataupun tanah di situ.
Kegaraman tanah antara lain oleh NaCl, CaSO4, NaCO3, KCl.
Tumbuhan yang dapat
tumbuh di habitat semacam itu antara lain :Chaenopodium album, Snaeda
fructicosa, Haloxylon salicorneum, Salsola foestrida, Tamarix articulata,
Rhizophora mucronata, Avicennia alba, Acanthus ilicifllius. Ketahanan
terhadap garam merupakan kemampuan tumbuhan untuk melawan adanya akibat yang
disebabkan oleh garam sehingga kerusakannya tidak serius.
Ketahanan itu tergantung
pada spesies, tipe jaringan, vitalitas, nisban ion dan peningkatan konsentrasi
ion. Tumbuhan yang dapat hidup dalam 4 – 8% NaCl, sedang yang tidak tahan akan
mati bila NaCl 1 – 5%. Tumbuhan yang tahan antara lain : Betula
papyrivera, Elaeagnus angustifolia, Fraxinus excelstra, Populus alba, P.
canadensis, Rosa rugosa, Salix alba, Ulmus americana, Juniperus chinensis,
Pinus nigra.
9.
Indikator
tumbuhan untuk pencemaran
Penggunaan vegetasi
sebagai indikator biologi untuk pencemaran lingkungan sudah sejak lama,
kira-kira sejak seratus tahun yang lalu di daerah pertambangan. Pengetahuan
tentang ketahanan terhadap polutan terutama untuk vegetasi yang tumbuh di
daerah industri atau di daerah padat penduduk.
Pada umumnya tumbuhan
lebih sensitive terhadap polutan daripada manusia. Tumbuhan yang sensitiv dapat
merupakan indikator, sedangkan tumbuhan yang tahan dapat merupakan akumulator
polutan di dalam tubuhnya, tanpa mengalami kerusakan. Jamur, fungi dan Lichenea
sensitive terhadap SO2 dan halide.
Konsentrasi SO2 sampai
1% membahayakan tumbuhan yang lebih tinggi. Banyak bahan kimia, pupuk,
pestisida dan pemakaian bahan-bahan fosil yang tinggi melepaskan
substansi-substansi toksik ke lingkungan dan hal itu dapat diserap juga oleh
tumbuhan melalui udara, air atau tanah. Polutan di atmosfer yang berbahaya
untuk tumbuhan antara lain SO2, halide (HF, HCl), Ozone dan
Peroxiacetyl-nitrat (PAN) yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor, industri dan
radiasi yang kuat. Substansi berbahaya yang mencapai tumbuhan melalui udara
ialah : SO2, nitrogenoksida, ammonia, Hidrokarbon, debu, dan
habitat.
Tumbuhan yang tumbuh di
air akan terganggu oleh bahan kimia toksik dalam limbah (sianida, khlorine,
hipoklorat, fenol, derivativ bensol dan campuran logam berat). Pengaruh polutan
terhadap tumbuhan dapat berbeda tergantung pada macam polutan, konsentrasinya
dan lamanya polutan itu berada. Pada konsentrasi tinggi tumbuhan akan menderita
kerusakan akut dengan menampakkan gejala seperti khlorosis, perubahan warna, nekrosis
dan kematian seluruh bagian tumbhan. Di samping perubahan morfologi juga akan
terjadi perubahan kimia, biokimia, fisiologi dan struktur.
D. Jaringan
dalam tumbuhan
Kerusakan
karena pencemaran dapat terjadi karena adanya akumulasi bahan toksik dalam
tubuh tumbuhan, perubahan ph, peningkatan atau penurunan aktivitas enzim,
rendahnya kandungan asam askorbat di daun, tertekannya fotosintesis,
peningkatan respirasi, produksi bahan kering rendah, perubahan permeabilitas,
terganggunya keseimbangan air dan penurunan kesuburannya dalam waktu yang lama.
Gangguan metabolisme berkembang menjadi kerusakan kronia dengan konsekuensi tak
beraturan. Tumbuhan akan berkurang produktivitasnya dan kualitas hasilnya juga
rendah. Kecuali itu struktur kayu juga berubah, cabang-cabang kering dan secara
perlahan pohon akan mati. Gejala adanya pencemaran pada tumbuhan sangat
bervariasi dan tidak spesifik. Suatu polutan berpengaruh terhadap tumbuhan yang
berbeda dengan cara yang berbeda-beda dan suatu gejala dapat terjadi karena
suatu substansi. Pengaruh faktor-faktor luar seperti polutan pada tumbuhan
tergantung spesiesnya, fase perkembangannya dan jaringan atau organ yang
terkena. Perubahan morfologi suatu tumbuhan dan komposisi floristik suatu
komunitas tumbuhan dapat digunakan untuk menduga adanya perubahan lingkungan.
Beberapa
perubahan yang terjadi pada tumbuhan yang dapat digunakan sebagai indikator
pencemaran antara lain perkecambahan, perubahan morfologi, perubahan biokemis
dan fisiologi.
E. Perubahan
morfologi
DN Rao
(1977) telah mempelajari
tanggapan terhadap pencemaran pada beberapa tumbuhan sebagai indikator. Polygonum,
Rheum, Vicia, Phaseolus dan Capsella telah
diobservasi sebagai indikator pencemaran.
Menurut Brandt
(1974) kebanyakan spesies tumbuhan dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya komtaminasi. Pada umumnya tanggapan tumbuhan terhadap bahan pencemaran
bersifat karakteristik tetapi tidak spesifik. Usaha-usaha telah dilakukan untuk
mengembangkan jenis-jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai indikator yang
spesifik untuk suatu bahan pencemar.
Jagung,
ketela rambat dan gandum yang pertumbuhannya terhambat sebagai tanda adanya
keracunan yang tinggi. Penurunan panjang akar, panjang batang, jumlah anakan,
daun, bulir dan biji pada gandum telah dipalorkan terjadi di daerah yang
tercemar oleh debu semen. Keadaan yang sama pada tinggi tanaman, jumlah daun
dan jumlah buah per tanaman kapas menunjukkan adanya suatu pencemaran.
Penghambatan
pertumbuhan lateral pada pohon-pohn di hutan disebabkan oleh debu batu kapur.
Pohon pinus tidak dapat tumbuh dengan baik di daerah yang tercemar oleh SO2 telah
pula dilaporkan bahwa daun merupakan organ yang sensitif terhadap pencemaran.
Nilai indikator untuk pencemaran pada daun telah dilakukan oleh beberapa ahli
dalam hubungannya dengan beberapa variasi kondisi. Kerusakan daun gejalanya
bersifat karakteristik untuk bahan pencemar tertentu. Karakteristik itu
meliputi pembentukan pigmen, khlorosis, menjadi kuning, nekrosis dan
sebagainya.
Daun
tumbuhan dikotil umumnya menunjukkan adanya bercak antara tulang-tulang daun
dan pada monokotil umumnya terjadi garis nekrosis antara tulang-tulang daun
paralel. Kerusakan dapat terjadi juga pada tepi dan pucuk daun. Tanda-tanda
yang diakibatkan oleh Ozone, Nitrogen oksida dan Khlorine hampir sama.
Pengurangan perluasan daun kotiledon dalam tanggapannya terhadap pencemaran
telah diamati untuk beberapa kasus. Luka-luka nekrotik dan penurunan
produktivitas primer bersih dalam konsentrasi SO2 yang
berbeda-beda telah dilaporkan oleh LC Mishra (1980). Pada saat ini
morfologi epidermis telah dipelajari sebagai indikator dalam tanggapannya
terhadap bahan pencemar khususnya SO2. Kerusakan kutikula dan
epidermis dapat digunakan untuk mengidikasikan adanya pencemaran udara.
Berat
kering daun, penurunan tebal daun, ukuran sel, kehilangan daun dan cepatnya
penuaan menandakan adanya pencemaran asap dan SO2.
Yunus dan Ahmad
(1980) telah mengamati bahwa daun tumbuhan di daerah yang tercemar
oleh debu dari pabrik semen mempunyai kerapatan stomata dan trichomata yang
tinggi, sel epidermis dan ukuran trichomata lebih kecil dibandingkan dengan
bila tidak tercemar.
Langganan:
Postingan (Atom)