Rabu, 23 Mei 2012

konsep dasar analisa vegetasi


            Analisis vegetasi adalah suatu analisis dalam ekologi tumbuhan yang bertujuan membuat suatu deskripsi dan mendokumentasikan kondisi atau karakter masyarakat tumbuhan suatu ekosistem dalam hubungannya faktor – faktor ekologi seperti biotik dan klimatik (Smeins  data Slack, 1982). Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui dan memahamai bagaimana kondisi berbagai jenis vegetasi dalam suatu komuniats atau populasi tumbuhan bereaksi dan berkembang dalam skala waktu dan ruang.
            Dalam analisis vegetasi yang diperoleh adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data frekuensi, jumlah temuan/kehadiran, ukuran, basal area atau penutupan tajuk (coverage) diperoleh dari hasil pengamatan dan penghitungan dilapangan dengan luas daerah tertentu. Sedangkan data kualitatif cenderung diperoleh dari hasil pengamatan pada kawasan yang lebih luas (Setiadi dkk,1989).
            Pemilihan cara atau metode tersebut pada umumnya tergantung dari :
1.    Tujuan penelitian atau analisis vegetasi yang dilakukan.
2.    Struktur dan tipe variasi yang dipilih
3.    Karakteristik vegetasi seperti densitas, frekuensi, dominansi dan lain sebagainya.
4.    Tingkat ketepatan dan keakurasian yang diinginkan.
5.    Waktu dana dan tenaga yang tersedia.

A.      Dasar – Dasar Analisis Vegetasi
Struktur dan peranan jenis tumbuhan didalam masyarakat tumbuh – tumbuhan merupakan pencerminan dari faktor ekologi jenis tumbuhan yang berinteraksi dengan masa lalu, kini dan yang akan dating. Oleh karenanya dalam mempelajari vegetasi pada suatu habitat dapat diketahui masa lalu daerah atau habitat tersebut, mengerti keadaan sekarang yang terjadi dan menduga perkembangannya dimasa mendatang. Dalam hubungan tersebut analisis vegetasi adalah suatu cara untuk mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuhan ( Soerianegara dan Indrawan, 1998).
Dalam mengerjakan analisis vegetasi terdapat dua hal penting yang harus dicermati yaitu nilai ekonomis dan nilai hayati (biologi). Nilai ekonomis suatu vegetasi dapat diketahui dari potensi vegetasi tersebut yang akan menghasilkan nilai ekonomis (devisa) dari tumbuh – tumbuhan dalam bentuk pohon atau tanaman yang dapat menghasilkan getah dan kayu.
Untuk suatu kawasan lindung atau cagar alam, analisis vegetasi dapat diamanfaatkan dan bertujuan untuk mengetahui dan memahami kondisi, struktur, perkembangan dan dinamika vegetasi dan biota lain serta berbagai faktor abiotic yang terdapat dikawasan tersebut dalam hubungannya dengan faktor waktu dan sebaran spasialnya. Sehingga dari hal tersebut dapat dipelajari dan diperkirakan daya dukung lingkungan dan potensi biotik, kualitas dan kondisi habitat liar, cukup tidaknya tersedia nutrient dan sumber pakan serta produktivitas flora dan fauna dikawasan tersebut (Rasidi, 1997).
Dalam pelaksanaan analisis vegetasi, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan agar informasi yang diperoleh merupakan data yang akurat antara lain :
1.      Bentuk besar/luas dan jumlah unit sampel yang digunakan.
2.      Metode dan teknik pengambilan sampel
3.      Cara pengambilan sampel dilapangan
4.      Objek yang akan diobservasi dan didata
5.      Parameter vegetasi yang digunakan
6.      Teknik dan metode analisi vegetasi yang digunakan

Sesuai dengan fungsinya, analisis vegetasi terutama digunakan untuk mempelajari struktur atau susunan dan bentuk vegetasi masyarakat tumbuh-tumbuhan, misalnya mempelajari tegakan hutan, yaitu tingkat pohon dan permudaannya atau mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yaitu jenis-jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan (kecuali permudaan pohon hutan), padang rumput atau padang alang-alang dan vegetasi semak belukar.
Dalam analisis vegetasi terdapat beberapa metode pengambilan data yang digunakan. Teknik sampling dalam analisis vegetasi yang paling banyak digunakan adalah : 1) metode kuadrat, 2) metode garis transek, dan 3) metode titik / point quarter techniques (soerinegara dan indrawan, 1998; cox, 1996). Analisis vegetasi untuk wilayah yang luas, yang komunitas vegetasinya terdiri dari jenis perdu atau semak rendah akan lebih efisien jika menggunakan metode garis transek. Untuk mempelajari struktur vegetasi hutan dengan pepohonan yang jaraknya masing-masing berjauhan, metode yang tepat adalah menggunakan metode kuadrat.
Dalam “teknik sampling”, drai segi ekologi floristic teknik “random sampling” hanya mungkin digunakan apabila kawasan dan vegetasinya bersifat homogen, misalnya padang rumput atau safana dan hutan tanaman. Pada umumnya untuk penelitian ekologi tumbuhan lebih sering digunakan “sistematyc sampling”, “sistematyc random sampling” atau kadang-kadang “purposive sampling”.
Karena titik berat analisis vegetasi terletak pada penelaahan tentang struktur dan komposisi jenis maka dalam menetapkan besar (jumlah ) dan banyaknya unit sampling perlu digunakan berupa titik atau kuadrat dengan cara kurva (lengkung ) jenis ( kurva spesies area ) (soerinegara dan indrawan, 1998). Kurva (lengkung) spesies ini diperlukan untuk menetapkan luas atau besar minimum kuadrat dan jumlah minimum kuadratnya yang dapat mewakili wilayah yang akan diteliti.
Dalam analisis vegetasi untuk meneliti struktur dan komposisi jenis pepohonan dan permudaannya dihutan, yang paling umum digunakan adalah :
1.    Metode petak (kuadrat)
a.       Cara petak tunggal
Menurut cara ini digunakan satu petak (kuadrat) berupa tegakkan hutan sebagai unit sampel. Besar unit sampel tidak boleh terlalu kecil sehingga tidak dapat menggambarkan keadaan hutan yang dipelajari. Ukuran minimum dari petak tunggal tergantung dari kerapatan vegetasi dan banyaknya jenis-jenis pohon. Semakin jarang pepohonan yang ada atau semakin banyak jenis-jenis tumbuhan, semakin besar ukuran kuadrat sebagai petak tunggal yang digunakan. Ukuran minimum ditetapkan dengan menggunakan kurva lengkung spesies. Luas minimum ditetapkan dengan dasar penambahan luas kuadrat yang tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih besar dari 10% atau 5%. Dengan menggunakan kurva lengkung jenis untuk kebanyakan hutan hujan tropika menurut Richard pada umumnya diperlukan petak tunggal seluas 1,5 Ha, sebaliknya menurut vestal rata-rata luas petak tunggal yang diperlukan untuk hutan hujan tropika adalah 3 Ha (s oerinegara dan indrawan, 1998). Untuk itu unit sampel berbentuk persegi panjang akan lebuh efektif dari pada kuadrat berbentuk bujur sangkar.
b.      Cara petak ganda
Menurut cara ini pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan banyak kuadrat yang diletakkan tersebar merata dengan secara sistematis. Penentuan besar atau luas unit sampel juga harus ditentukan kurva lengkung jenis. Di Indonesia biasanya digunaka kuadrat berukuran 0,1 Ha untuk pohon, 0,01 untuk anakan pohon sampling dan semak atau 0,001 Ha untuk tumbuh-tumbuhan bawah dan semai (seedling).
  1. Metode transek
a.       Cara jalur
Cara ini digunakan untuk vegetasi yang belum diketahui keadaan sebelumnya dan paling efektif untuk mempelajari perubahan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan tigkatan ketinggian tanah (elefasi), misalnya dari tepi laut ke pedalaman, memotong sungai dan naik atau menuruni lereng pengunungan. Pada umumnya lebar jalur yang diguanakan adalah 10 meter atau 20 meter, dengan jarak masing-masing 200-1000 meter. Untuk luas tegakan hutan 100000 Ha diperlukan intensitas luas tegakan sekitar 2 %
Cara sampling di mana petak yang lebih besar mengandung petak-petak yang lebih kecil dinamakan nested sampling,seperti pada gambar di atas.
c.         Cara garis berpetak
Cara ini dianggap sebagai modifikasi cara petak ( kuadrat berganda ) atau cara jalur,dengan cara melompati satu atau lebih petak-petak dalam jalur,jadi pada jalur rintisan terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Dalam cara ini petak atau kuadrat sebagai unit sampel dapat berbentuk persegi panjang dan bujur sangkar yang luasnya 10 x 10 m, 20 x 20 m, atau 20 x 50 m atau lingkaran dengan jari-jari  17,8 m ( 0,1 ha ). Seperti cara petak ganda,cara garis berpetak ini pada petak untuk pohon dibuat petak-petak yang lebih kecil untuk tumbuhan yang lebih kecildan permudaannya. Untuk pohon dilakukan cara jalur,sedang untuk seedling dan sapling dilakukan dengan cara berpetak seperti yang tertera pada gambar berikut

3.    Metode titik ( tanpa petak )
Cara ini digunakan untuk penelitian yang sekedar ingin mengetahui komposisi komunitas pepohonan dan dominasi jenisnya yang dilakukan dengan menaksir volume batang pohonnya. Berbagai metode titik yang digunakan,antara lain:

a.     Metode Bitterlich
Dalam metode ini digunakan alat yang bernama  “ tongkat bitterlich”, yaitu tongkat kecil panjangnya 66 cm yang ujungnya terpasang plat seng bujur sangkar berukuran 2 x 2 cm. Dengan mengangkat tongkat setinggi mata,alat tersebut diarahkan ke pepohonan yang akan diteliti yang ada disekeliling alat tersebut.


Dengan mengangkat tongkat setinggi mata yang diarahkan kepohon-pohon yang ada disekelilingnya, pohon yang terllihat bergaris tengah lebih besar dan sama dengan sisi plot seng dicatat nama dannukuran diameter batangnya,.
Untuk setiap jenis pohon yang dicatat kemudian dihitung dan ditentukan luas bidang dasar(basal areanya) dengan menggunakan rumus seperti berkut:
B= N/n x 2,3 m2 /ha
B= luas bidang dasar
N= banyaknya pohon jenis yang bersangkutan
N= banyaknya titik pengamatan untuk jenis yang ditemukan
2,3= faktor bidang dasar untuk alat tersebut
b. Metode Kuarter(Point Centered Method)
Metode Kuadran
Pada metode kuadran sebelum melakukan pengukuran, lebih dahulu garis kompas untuk menentukan titik-titik pengambilan sampel (sejumlah unit sample). Pada suatu titik sampel yang telah ditentukan kemudian dibuat kuadran(garis yang saling tegak lurus pada titik tersebut). Dari titik kuadran(satu titik sample masing-masing mempunyai 4 buah kuadran) dicatat dan diukur pohon yang berdekatan titik itu dengan data yang meloputi jenis, tinggi dan diameter batang setinggi dada, serta jarak terdekat pohon terhadap titik tersebut, seperti tertera pada gambar berikut.

c. Metode Titik Berpasangan(Random Pair Method)
Pada metode ini pengukuran dan pendataa pada setiap unit sampel dilakukan pada titik-titik sepanjang garis kompas. Pada suatu titik unit sample dipilih lebih dahulu pohon yang terdekat dengan titik tersebut. Kemudian ditarik garis tegak lurus dengan arah dari titik kepohon terdekat dari titik tersebut atau kalau menggunakan busur derajat, arahkan garis dengan sudut 900 ke pohon itu. Pohon kedua yang dipilih adalah pohon yang terdekat pada pohon pertama yng letaknya di bagian lain yang dibatasi oleh garis pertama.
Dari hasil pengumpulan data dapat diketahui dan diukur parameter berikut:

        Untuk mempelajari struktur vegetasi tumbuhan bawahan analisis vegetasi yang sering digunakan adalah dengan “metode kuadrat” (Quadrat sampling technique), “metode garis intersep” (Line intercept technique) dan “metode titik intersep” (Point intercept method) (dalam Soerianegara dan Indrawan, 1998; Kusmana, 1997; Cox, 1996; Smeins dan Slack, 1992).
        Metode kuadrat unit sampelnya, berupa kuadrat berukuran 1 × 1 m atau 10 × 10 m (untuk semak belukar yang tingginya dapat mencapai sekitar 3 m atau 10 feet), atau lingkaran bergaris tengah 0,56 m2 . untuk suatu habitat yang vegetasinya seragam, misalnya padang rumput penentuan unit sampel pada umumnya dapat dilakukan secara “random sampling”.
        Metode garis intersep umumnya dipakai untuk analisis vegetasi yang komunitas vegetasinya mempunyai strata yang berbeda, misalnya terdapat strata tumbuhan herba, semak belukar dan pepohonan. Dalam metode ini garis transek dibuat secara sistematis, sedangkan titik intersep dipilih secara acak. Dari hasil pengukuran, besarnya (parameter) yang perlu/harus diketahui, antara lain :
1.      Jumlah individu yang dijumpai dan dicatat (N)
2.      Total panjang intersep (I)
3.      Jumlah interval transek tempat ditemukannya suatu jenis
4.      Total dari kebalikan dari lebar maksimum (∑1 / M)

           
        Metode titik intersep sering digunakan dalam analisis vegetasi untuk tumbuh-tumbuhan berupa herba, semak atau anakan pohon dengan menggunakan suatu alat berupa jarum (pin) pada papan panjangnya 100 cm. Area yang diteliti luasnya 1×1 m2 dan jarum dari kawat kemudian dimasukkan ke dalam lubang pada papan yang berjarak 10 cm, dengan ketinggian diatas tanah sekitar 100 cm dan tumbuhan yang terkena sentuhan ujung jarum merupakan tumbuhan yang terpilih

                       
Contoh : misalnya dalam pengumpulan data di suatu area, tumbuhan putri malu (Mimosa pudica) terkena 300 sentuhan, sedang jumlah seluruh sentuhan 1000 kali. Maka dominansi tumbuhan putri malu di area tersebut adalah 3/10 x 100% = 30%. Untuk penghitungan Frekuensi, Frekuensi Relatif, Kerapatan, Kerapatan Relatif Dan Indeks Nilai Penting dapat dihitung, seperti pada Metode Kuadrat.

B. PARAMETER VEGETASI UNTUK ANALISIS VEGETASI
Berbagai parameter ekologi yang sering digunakan dalam analisis vegetasi pada dasarnya merupakan parameter atau besaran yang dapat menjadi petunjuk tentang karakteristik suatu jenis, populasi atau komunitas tumbuhan. Parameter tersebut dapat digunakan untuk mengetahui tentang jenis dan komposisi jenis suatu komunitas tumbuh-tumbuhan. Kelimpahan, keragaman, kerapatan atau kepadatan, bentuk hidup dan sebagainya.
Secara ekologis perlu dan penting untuk membeda-bedakan bermacam-macam vegetasi menurut bentuk hidup dan pertumbuhannya, seperti rerumputan, herba, semak, liana, epifit atau pepohonan, yang bentuk pertumbuhanya seperti semak, belta atau pancang tiang, pohon dan tumbuhan bawahnya perlu diketahui. Untuk menentukan bentuk pertumbuhan tersebut (dalam Soerianegara dan Indrawan 1998 dan Kusmana dan Istomo, 1995) membuat batasan untuk berbagai tingkatan bentuk hidup sebagai berikut :
1. Semai (seedling atau belta) : bentuk pertumbuhan (permudaan) muai dari kecambah sampai anakan yang mempunyai tinggi kurang dari 1,5 m atau 0-30 cm dan 30-150 cm
2. Pancang (sapihan atau sapling/terna) : bentuk pertumbuhan berupa anakan dengan ketinggian setinggi 1,5 m dengan diameter batang kurang dari 10 cm atau 1,5-3 m, 3-5 m dan 5-10 m.
3. Tiang (pole) : pohon muda dengan diamater batang 10 cm-<20 cm (10-35 cm)
4. Pohon (tree) : pohon dewasa dengan diameter batang 20 cm atau lebih.
5. Tumbuhan bawah : tumbuha-tumbuhan selain bentuk pertumbuhan pohon, seperti rerumputan, herba, semak dan sebagainya.
Khusus untuk tumbuhan bakau (mangrove) bentuk pertumbuhan pada tingkat tiang di tindakan sehingga tingkatan pohon meliputi semua pepohonan yang mempunyai diameter batang 10 cm lebih. Selain itu diameter pohon diukur pada ketinggian 20 cm di atas akar tunjang (misalnya pada tumbuhan Rhizophora spp.) dan ketinggian 20 cm di atas banir untuk jenis non- Rhizophora spp. Untuk pohon yang tidak berakar tunjang dan berbanir pengukuran diameter pohon dilakukan pada ketinggian 1,3 m di atas permukaan tanah (DBH = diameter at breast height).
Dalam analisis vegetasi, parameter vegetasi yang dicatat yang biasanya dilakukan langsung di lapangan adalah :
1. Nama jenis (spesies) (lokal dan ilmiah)
2. Frekuensi kehadiran setiap jenis
3. Jumlah individu untuk menentukan kerapatan
4. Penutupan tajuk untuk menentukan penutupan (coverage) vegetasi terhadap permukaan tanah.
5. Diameter (garis tengah batang) untuk menentukkan luas bidang dasar yang sangat berguna untuk memprediksi volume pohon dan tegakan
6. Tinggi pohon, untuk menentukan stratifikasi dan menduga volume pohon serta volume tegakan.
7. Pemetaan lokasi individu tiap jenis tumbuhan atau pohon untuk menentukan pola sebaran spasial pada berbagai area.
Pada dasarnya hampir semua kegiatan pengukuran untuk analisis vegetasi dilakukan pengukuran terhadap jenis-jenisnya, kerapatan atau jumlah individu per jenis, frekuensi kehadirannya, diameter batang atau luas penutupan tajuk dan tinggi pohon. Walaupun demikian, parameter vegetasi yang diukur akan tergantung pada informasi yang dikehendaki dan tujuan penelitian.
Untuk analisis vegetasi dari berbagai bentuk pertumbuhan dan bentuk hidup tumbuh-tumbuhan yang akan dilakukan penelitiannya, menurut Kusmana dan Istomo (1995), untuk metode kuadrat sebagai metode yang paling umum digunakan dalam analisis vegetasi maka ukuran sampel (kuadrat) dan subsampel untuk tumbuhan bawah, permudaan dan pohon adalah sebagai berikut :
a. Semai dan tumbuhan bawah      : 2 x 2 m atau 1x1 m atau 2 x 5 m
b. pancang                                      : 5 x 5 cm
c. tiang                                            : 10 x 10 m
d. pohon                                         : 20 x 20 m atau 20 x 50 m




3 komentar:

  1. maaf mau tanya mbak
    konsep dasar analisa vegetasinya sumbernya dari buku apa ? thx tri

    BalasHapus
  2. Cara menentukan berapa banyak jalur yg digunakan dalam melakukan Anveg

    BalasHapus